Ichigo Ichie

Sembuh dari Kegagalan

Kejutan dari Tuhan selalu mengiringi sepanjang hidup kita. Ada kejutan manis, juga kejutan pahit. Ada keberhasilan, pun juga ada kegagalan. Semuanya datang silih berganti bagaikan permainan bianglala. Awalnya kita memulai dari bawah, perlahan berputar, hingga sampai ke lingkaran teratas, dan kembali lagi ke bawah. Roda pasti berputar.

Di saat Tuhan memberikan momen tak terduga seperti kegagalan misalnya, awal mula kita pasti shocked dan bahkan bisa jadi tak terima. Kita malah mempertanyakan, “Kok bisa aku gagal padahal usahaku sudah sempurna?” Kawan, ingatlah bahwa usaha dan takdir itu berbeda irisan. Jika usaha kita maksimal, namun tak tertulis dalam takdir-Nya, sudah pasti kita harus belajar dari arti kata kegagalan. Ada pesan baik yang disampaikan Tuhan lewat kegagalan.

Dian Sastro artis cantik yang terkenal akan kepandaiannya itu pun juga pernah gagal, kawan. Dia bermimpi sekolah tinggi hingga ke luar negeri. Hasil jerih payahnya berakting di dunia perfilman dia tabung untuk membiayai rencananya tersebut. Entah mengapa, ada saja hal yang mencegahnya untuk segera berangkat studi, padahal tabungannya sudah terkumpul. Berulang kali Dian Sastro mencoba, tetapi kegagalan untuk berangkat selalu menyertai. Dia pun mencoba menerima kenyataan dan mengubah kegagalan menjadi kebermanfaatan. 

Tuhan menuntunnya untuk mendirikan yayasan yang menaungi anak-anak tidak mampu bersekolah. Anak-anak kurang beruntung yang kebanyakan ada di Indonesia Timur. Lewat yayasan tadi, uang tabungan Dian Sastro semakin bermanfaat untuk umat, tak hanya ia manfaatkan untuk diri pribadi saja. Kini semakin banyak anak kurang beruntung yang berhasil disekolahkan oleh Dian Sastro. Barulah dia bangga, bahwa gagal itu tak mengapa, percayalah bahwa ada pesan khusus yang disampaikan Tuhan jika kita mau merenunginya. 

Bisa jadi kita pernah sombong, bisa jadi kita pernah jumawa. Bisa jadi kita dijauhkan dengan sesuatu dalam rangka akan diselamatkan Tuhan. Sesuatu kita kejar, yang menurut kita baik, belum tentu baik pula menurut-Nya. Ada ukuran tertentu yang menjadi standar Tuhan yang kita sendiri tak mampu melihatnya saat momen kegagalan itu tiba. Manusia biasanya hanya akan paham setelah waktu menyembuhkan. Akhirnya manusia tersadar, “Ah, terima kasih Tuhan, ternyata ini maksud kebaikan yang Engkau sampaikan lewat kegagalan kemarin.” 

Pada titik tertentu, kegagalan yang kita alami akan menyadarkan kita. Bahkan kita bisa bersyukur karena telah sembuh dan berhasil melewati kegagalan tadi. Momen tak terduga seperti ini, akan disuguhkan Tuhan pada kita sekali saja, maka petik hikmahnya dengan baik. Berprasangka baik kepada-Nya, bahwa di balik kegagalan ada keberhasilan. Memang awalnya kita buta, tak mampu melihatnya. Tapi percayalah, jika kita selalu berpikir positif maka Tuhan akan menunjukkan jalan dengan cara-Nya.

Gagal juga merupakan kesempatan dan pengalaman yang akan semakin memperkuat kita mengarungi samudera kehidupan. Hidup hanya sekali, kesempatan datang sekali, kegagalan juga datang sekali. Pun jika kegagalan harus datang lagi berulang kali, pastilah pelajaran dari setiap kegagalan itu akan berbeda. Maka nikmati sakit kita, sedih kita, dan kegagalan kita. Sekali ini saja.

#30DWC

Standard
Ichigo Ichie

Merawat Persahabatan

Seiring bertambahnya usia, kita mengalami pergeseran dalam memaknai arti kata sahabat. Di usia kanak-kanak, sahabat lebih kita kenal dengan sebutan teman. Siapa pun yang mau bermain dengan asyik dan seru, itulah teman. Tumbuh menjadi anak remaja, arti kata sahabat berbeda dengan teman. Sahabat biasanya mengarah pada geng (gerombolan) atau kelompok remaja yang memiliki kesamaan, sedangkan teman ya sekadar orang yang kita kenal. Memasuki usia dewasa, makna sahabat akan lebih spesifik, yaitu orang yang bukan hanya menemani di kala senang saja, tetapi juga mendukung kita di kala susah. 

Menemukan seseorang untuk menjadi sahabat bisa dikatakan susah-susah gampang. Jika sudah bertemu, merawatnya pun juga tak mudah. Terkadang ada saja konflik yang mengiringi. Saat awal kuliah, seseorang bisa bersahabat baik, lima tahun kemudian bisa jadi belum tentu sebaik dulu. Perbedaan tempat bekerja bisa merenggangkan jalinan persahabatan. Dulu sih mudah saja karena kita pernah satu kampus, namun ketika kuliah telah usai ya hanya segelintir orang saja yang masih bisa awet menjadi sahabat kita.

Dua orang bisa saling bersahabat dengan awet apabila memiliki kesamaan nasib dan sepenanggungan. Jika sudah banyak perbedaan tujuan ya seringnya persahabatan akan berakhir. Persahabatan juga bisa usai apabila sudah tak lagi sejalan atau malah salah satu pihak memanfaatkan sahabatnya. Pantaslah apabila ada nasihat yang beredar, “Bertemanlah kamu dengan sikap yang apa adanya, bukan ada apanya.” Persahabatan akan semakin runyam dan renggang bila ada rasa saling iri, dengki, atau malah ingin menjatuhkan seseorang yang disebut sahabat tadi. 

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpesan bahwa seseorang akan bersama dengan orang yang dia cintai. Artinya, Tuhan akan mempertemukan kita dengan orang-orang yang cocok. Terlebih jika kita langsung meminta kepada-Nya untuk dihadirkan teman-teman yang saling memberi kebermanfaatan. Tanamkan ketulusan dalam berteman, sehingga kita akan dipertemukan dengan orang-orang yang tulus pula.

Memiliki sahabat yang tulus memang tak ternilai harganya. Jika kita memiliki salah satunya, bersyukurlah, jika belum memiliki rawatlah pertemanan yang terjalin saat ini agar berujung pada ketulusan. Katakan pada diri sendiri untuk berusaha menjaga pertemanan, karena belum tentu kita akan menemukan sosok yang baik lagi di kesempatan berikutnya. Maklumi teman, hargai perbedaan. Hal yang tidak mudah, namun bila berhasil akan menjadi persahabatan yang indah.

#30DWC

Standard
Ichigo Ichie

Momen tak Terduga

Adalah sebuah tantangan saat kita bisa mencintai sesuatu yang dulunya pernah kita benci. Hal yang sulit dilakukan apabila hati seseorang tidak lapang. Kunci mencintai ya menyukai terlebih dahulu. Tetapi bagaimana jika keadaannya berkebalikan? Mencintai namun diawali dengan membenci. Sulit memang. Tapi bukan berarti tidak mungkin.

Ada seorang gadis yang sangat tidak menyukai kegiatan cuci piring. Apabila sang ibu memintanya membantu di dapur untuk membersihkan piring bekas makan, pastilah anak gadis itu menggerutu. Seiring berjalannya waktu, sang gadis telah menjelma menjadi seorang ibu. Pergi jauh mengikuti kemana pun sang suami ditempatkan bekerja. Ia tak lagi berdekatan dengan ibunya. Dengan kata lain, ia harus mandiri, melakukan segala sesuatunya sendiri, termasuk kegiatan cuci piring tadi. Ya mau tidak mau ia harus berkawan dengan barang-barang kotor. Meski awalnya ia terpaksa melakukannya, lambat laun kegiatan mencuci piring adalah hal yang biasa baginya. Bisa dikatakan, ia tak lagi membencinya. 

Ada seorang wanita yang sangat berambisi menjadi wanita karier. Tahun demi tahun ia jalani dan ada rasa bangga yang membuncah dalam hatinya. Suatu saat apa yang ia banggakan tadi haruslah kandas di tengah jalan. Ia banting setir, bukan lagi menjadi siapa-siapa. Adanya tuntutan sebagai ibu yang harus di rumah, mengingat tidaklah mungkin meninggalkan buah hatinya untuk dijaga oleh orang lain kecuali ibunya. Maka keputusan untuk menjadi ibu rumah tangga pun ia ambil. Bekerja di perusahaan yang dulu ia banggakan bukan lagi menjadi kepuasan diri. Tak terbayangkan sebelumnya bahwa ia akan menjadi ibu rumah tangga. Keadaan berbalik, ada rasa sakit di hatinya disebabkan karena ia tak lagi menjadi wanita bekerja. Waktu pun berlalu. Berawal dari luka dan terpaksa, sang wanita tadi perlahan mencintai pekerjaannya yang hanya di rumah saja.

Dua gambaran di atas bisa kita renungi bersama. Betapa satu hal yang awalnya keterpaksaan, setelah dibiasakan akan berubah menjadi hal yang dicinta. Hati manusia itu ada pemegang kendalinya. Maka perlu waspada dan secukupnya saja dalam membenci dan mencinta. Bisa jadi awalnya kita sangat cinta dan kemudian berubah jadi benci. Atau bisa jadi awalnya kita sangat benci lalu berubah jadi suka. 

Di awal, gadis tadi mengira bahwa selamanya dia tidak akan cuci piring. Di awal, wanita tadi mengira bahwa selamanya ia akan menjadi wanita karier. Keduanya lupa dan tak sadar bahwa semua hal tak akan abadi. Bukti bahwa pengetahuan manusia itu sangat terbatas. Manusia tidak bisa meramalkan apa yang akan terjadi di masa depan. 

Maka, hiduplah saat ini dengan secukupnya tanpa harus bersikap berlebihan pada segala sesuatu. Dalam hidup, terkadang Tuhan menyuguhkan momen yang tak terduga. Tujuannya adalah agar kita lihai menakar seperlunya pada apa-apa yang melekat di hati. Tak hanya itu, kehadiran momen yang tak terduga, bisa mengajarkan manusia untuk beradaptasi pada perubahan. Berusaha segala cara demi perubahan hidup terasa nyaman. Berdaya upaya agar menghargai, menikmati, dan menyukai momen yang datangnya tak terduga. Kita semua pasti bisa.

#30DWC

Standard
Ichigo Ichie

Momen Pertumbuhan Anak

Tingkah dan polah anak-anak itu beranekaragam. Ada anak yang menggemaskan, aktif, pendiam, pemalu, dan lain sebagainya. Semua sifat yang melekat dalam diri setiap anak memang unik. 

Komentar orang tua terhadap tingkah anak juga beragam. Ada orang tua yang menganggapnya sebagai anugerah, namun banyak juga yang menganggapnya sebagai musibah. Pernah mendengar kan kisah orang tua yang merutuk kesalahan sang anak? “Ih cerewet banget sih kamu, banyak tanya!” Dengan anak banyak bertanya, sebenarnya ia punya sikap positif yaitu mengkritisi segala sesuatu. Jika potensi ini dikembangkan maka akan tumbuh dengan optimal. 

Masa mengasuh anak memang masa yang merepotkan penuh perjuangan. Sebagai orang tua akan memetik hasilnya kelak saat anak dewasa. Toh juga sudah menjadi kewajiban orang tua bukan untuk mengasuh sang anak? Kelak jika pun si anak akan berbalik menjadi anak baik dan bergantian mengasuh orang tua saat sudah renta, itu adalah bonus yang didapatkan orang tua tersebab telah tulus mengasuhnya di waktu kecil.

Jika dijabarkan, tingkah anak kecil memang seringnya mengesalkan. Tapi saat kita melihatnya dari kacamata yang lebih positif, tentu hal yang mengesalkan tersebut akan berubah jadi menyenangkan.

Sebagai contoh, ada anak yang sudah usia SD tetapi masih saja mengompol. Tentu kebiasaan ini sangat menjengkelkan bagi orang tuanya. Ada banyak peralatan yang harus dibersihkan disebabkan oleh kotoran air pipis. Kasur, selimut, bantal guling, pakaian, dan lain sebagainya. Jika hingga usia sekolah dasar, anak masih belum juga berhasil menghentikan kebiasaan mengompolnya, sudah sepatutnya sebagai orang tua terus introspeksi diri dan membantunya, bukan malah menyalahkannya.

Anak yang berbuat kurang baik, tentu ada yang salah dari pengasuhan yang diberikan orang tua. Lagi pula, jika mau meresapi, bukankah momen membesarkan anak ini hanya terjadi sekali seumur hidup dan tidak akan terulang lagi? Sehingga sebagai orang tua perlu memaknainya dengan bijak. Tidak apa jika anak masih berbuat salah, di sinilah letak ujian sebagai orang tua.

Tengoklah di luar sana, berapa banyak pasangan suami istri yang mengingankan memiliki anak namun belum juga Tuhan izinkan untuk memilikinya. Bagi pasangan ini, anak yang mengompol tentu bukan masalah besar dibandingkan dengan kesedihan mereka selama menanti kehadiran buah hati. Maka, jika kita sedang di posisi sebagai orang tua yang telah memiliki buah hati, syukurilah apa yang ada saat masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk mengasuh anak. Ya meskipun ada banyak kerepotan yang harus kita hadapi ketika membersamai proses tumbuh kembang anak-anak yang hanya terjadi sekali seumur hidup itu.

#30DWC

Standard
Ichigo Ichie

Manusia Menyukai Momen 

Sebelum ditemukannya kamera, manusia menyimpan momen ke dalam hatinya. Setelah ada kamera, tambahan memori pun hadir. Kehadiran kamera semakin menambah kesan bagi setiap momen yang telah lewat. Setiap kita bisa menengok lembar demi lembar foto yang berisi kenangan. 

Ketika zaman semakin serba digital, foto pun bisa tersimpan dengan jumlah memori yang lebih besar. Tanpa harus mencetaknya, kita bisa melihat hasil bidikan momen bersama orang-orang tercinta. Pesatnya media sosial semakin menambah memori yang bisa kita gunakan sebagai penyimpan kenangan. Berapa banyak orang yang telah memanfaatkan media sosial mereka untuk menyimpan foto kenangan? “Titip ya, facebook,” begitu dalihnya. 

Foto semakin tersebar di media sosial. Entah untuk mengabarkan momen wisuda, pernikahan, kelahiran anak, sampai momen kematian juga sering terlihat di beranda media sosial. Betapa manusia sangat menyukai momen dan mengabadikannya. Kamera membantu manusia membuat ketidakabadian menjadi abadi. 

Ambil saja contoh ketika musim gugur tiba. Musim yang menggambarkan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi. Pasti ada masanya daun-daun itu berguguran. Kamera-lah yang membantu tetap mengabadikan momen gugurnya daun-daun. 

Meski tanpa kamera pun, sebenarnya kita sangat perlu untuk menghargai setiap momen saat ini yang kita miliki dengan orang lain, karena momen itu mungkin tidak akan pernah terjadi lagi. Sebuah pertemuan memang tampak seperti rutinitas sederhana, tetapi yakinlah untuk menikmatinya secara mendalam karena momen tersebut tidak akan pernah terulang kembali.

#30DWC

Standard
Ichigo Ichie

Bukan Mengkhawatirkan Masa Depan, namun Menikmati Saat Ini

Hari raya lebaran yang sedianya menjadi hari bahagia, berubah menjadi duka bagi saya dan keluarga. Meski begitu, saya tetap berusaha menjalani hari raya sebagaimana biasa, seolah tak terjadi musibah kemalingan. 

Di hari kedua Idulfitri, saya sedang dalam perjalanan. Ketika membuka pintu mobil di pemberhentian, saya dibuat kaget dengan kehadiran seorang laki-laki lusuh yang kemunculannya sangat tiba-tiba. Kulitnya hitam, mata memerah, juga tak memakai alas kaki. Ia diam saja, namun tangan mengatung memberi tanda meminta. Jantung saya berdegup sangat kencang. Suami sigap ketika itu, langsung saja memberinya uang. Kemudian ia berlalu begitu saja. Selesai kami menutup pintu mobil, sosoknya hilang, tak lagi terlihat di sisi jalan.

Di hari ketiga Idulfitri, Tuhan memperlihatkan lagi kejadian yang menguji keikhlasan kami. Ketika kami tak banyak memiliki pegangan uang, masih sanggupkah kami berbagi? Di bangku peron yang sedang saya duduki ada wanita paruh baya. Beliau mengaku tak punya uang untuk membeli tiket ke kampung halamannya. Dengan berbagai alasan beliau menceritakan dan saya mendengarkan. Saya mengerti maksudnya, pastilah ingin meminta uang. Saya tanyakan harga tiket, lalu saya berikan uang tersebut. Setelah itu beliau mengucap terima kasih dan pergi menghilang dari pandangan saya. 

Saya tersadarkan bahwa saya dalam kondisi sedang diuji oleh Tuhan dari dua kejadian pasca kemalingan tersebut. Terus menerus saya menguatkan diri dan keluarga. Pasti ada yang salah dengan sikap dan perlakuan keluarga saya pada Sang Pemilik Harta. Hingga Tuhan mengambil paksa atas harta yang susah payah saya kumpulkan. Meski sebenarnya ada banyak keinginan yang saya tunda demi memiliki tabungan di masa depan. Namun ternyata Tuhan memberikan jawaban yang sangat mengejutkan. 

Saya dan keluarga berbenah, terutama memperbaiki kualitas ibadah. Tak luput saya pun memutar balik kejadian-kejadian di masa lalu. Sekiranya ada kesalahan apa sehingga Tuhan menegur sedemikian rupa. Di musibah ini Tuhan sedang mengingatkan agar jangan terlalu menjaga harta jika tak ingin dikeluarkan dengan paksa. Berbagilah kepada sesama. Itulah hakikat bentuk rasa syukur yang sesungguhnya. Dengan berbagi, harta tak akan dikurangi. Justru dengan berbagi itulah, keberkahan harta kian bertambah.

Ketika di suatu kesempatan, Tuhan memberikan rezeki lebih, pergunakanlah sesuai kebutuhan. Justru janganlah semakin pelit saat harta bertambah. Rezeki telah dibagi sesuai porsi. Tuhan Maha Mengetahui jika hamba-Nya membutuhkan sesuatu, maka pergunakanlah rezeki tersebut untuk kebutuhan. Misalnya saja jika anak butuh bersekolah, pergunakanlah. Jika di rumah sedang memerlukan mesin cuci, belanjakanlah. Rezeki dikirim Tuhan untuk dipergunakan, bukan malah untuk disimpan. 

Tak lama setelah musibah kemalingan di hari raya, sensei mengabarkan untuk segera memesan tiket pesawat pulang pergi Indonesia-Jepang. Sensei juga memberi tahu agar tak perlu khawatir atas biaya summer school karena semuanya telah di-support oleh dana dari universitas. Betapa … Tuhan sedang memberikan jawaban kepada kami bahwa tugas manusia bukan untuk mengkhawatirkan masa depan, namun menikmati apa yang sedang dimiliki saat ini

Terima kasih atas pelajaran yang Engkau berikan. Saya dan keluarga kian memaknai bagaimana rumus kehidupan.

Lepaskanlah, sebab di setiap perjalanan selalu ada tentang pertemuan dan perpisahan, tentang kebersamaan dan merelakan, tentang berpelukan dan melepaskan, tentang kehadiran dan tentunya kepergian. 

Atas apa-apa yang telah lenyap karena kemalingan, ikhlaskan. Karena ada dia yang jauh lebih membutuhkan.

#30DWC

Standard