Ada yang bisa menebak negara mana saja kah yang tergolong sebagai negara tersehat di dunia? Menjawab pertanyaan ini, tentu kita akan menyisir negara-negara yang tergolong memiliki kebersihan lingkungan dan warganya yang mengandalkan aktivitas fisik. Jepang, negara yang saya tinggali saat ini termasuk di dalamnya. Bahkan menjadi nomor wahid untuk wilayah Asia.
Sebuah survey yang dilakukan Bloomberg Healthiest Country Index, mengatakan jika Jepang menduduki peringkat keempat dunia. Tak mengherankan, saya melihat langsung bagaimana kebiasaan masyarakat Jepang sehari-hari. Berjalan kaki dan bersepeda adalah hal biasa. Nenek tua renta masih aktif berjalan kaki pun sudah biasa terlihat di pinggir jalan. Hal ini menandakan bahwa bukan hanya sehat saja tetapi masyarakat Jepang memiliki angka harapan hidup yang juga tinggi. Dari survey tersebut dikatakan bahwa umur rata-rata warganya mencapai 84 tahun.
Sore hari, saya sering menemukan warga yang sedang jogging menyusuri sungai. Di sekolah pun anak-anak dibiasakan untuk berolahraga minimal seminggu dua kali. Saat memasuki bulan ramadan, aktivitas olahraga ini jelas tidak berhenti. Bagaimana mau berhenti, toh orang Jepang tidak kenal puasa. Keluarga saya yang notabene muslim, harus menjelaskan kepada sekolah bahwa kami memiliki bulan tertentu untuk menjalankan ibadah puasa.
Mendengar hal ini tentu membawa respon yang mengejutkan. Bagaimana mungkin dalam kondisi matahari terik, anak-anak tidak makan juga tidak minum? Ramadan tahun pertama menjadi tantangan kami untuk menjelaskan secara logis kepada sensei.
Sejujurnya saya pribadi juga tak akan memikirkan untuk berolahraga saat puasa. Apalagi kebiasaan saat di Indonesia dulu juga mendukung. Pelajaran olahraga pasti ditiadakan saat ramadan tiba. Bagaimana mungkin, tubuh dalam kondisi haus dan lapar masih harus olah fisik? Tapi saat saya di Jepang, justru saya diingatkan oleh-Nya bahwa tak mengapa berolahraga saat berpuasa.
Sebuah buku yang disusun oleh dosen-dosen Ilmu Gizi Universitas Esa Unggul Jakarta menyebutkan jika pada saat berpuasa, tubuh sebenarnya tetap membutuhkan olahraga agar tetap sehat dan bugar. Selain itu, olahraga juga juga dapat membakar cadangan lemak. Saat berpuasa, dianjurkan untuk melakukan olahraga yang ringan-ringan saja. Peregangan, senam, berjalan kaki 20 menit, atau bersepeda jarak dekat, dan yoga bisa menjadi alternatif olahraga kala berpuasa. Intinya, kita tetap harus mencari jenis olahraga yang tidak banyak mengeluarkan keringat.
Mei, 2019
Bulan Mei menjadi bulan perhelatan khusus untuk sekolah Jepang mengadakan festival olahraga. Kegiatan serentak yang diadakan secara nasional, disebut dengan istilah undokai. Dalam festival (Athletic Day) itu, anak-anak menunjukkan atraksi yang melatih kebugaran fisik. Beberapa bulan sebelumnya mereka sudah latihan agar kompak saat festival digelar. Putra sulung saya, saat itu kelas dua. Tak ketinggalan, turut juga meramaikan festival olahraga tersebut.


Tibalah event yang ditunggu, bertepatan dengan bulan ramadan. Sensei pernah menjadi cemas memikirkan kondisi putra sulung saya yang berpuasa. Ramadan yang kami jalani di negeri sakura memang harus siap dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Bukan sama dan seragam, serempak seluruh manusia berpuasa. Tetapi kami sendirilah yang berpuasa, orang Jepang tidak. Sampai akhirnya, kami dipanggil oleh pihak sekolah untuk mendiskusikan hal tersebut.
“Is it okay no eating for Fadori?”
“Is it okay if Fadori watches his friends drinking juice in Athletic Day?”
Apakah tidak apa-apa jika tidak makan? Apakah anak tidak kepengin jika melihat temannya minum jus di festival olahraga?
Wajar sensei menanyakan hal demikian. Di bulan Mei, Jepang sudah mulai memasuki musim panas. Panasnya berbeda dengan di Indonesia. Lebih panas dan menghasilkan keringat lebih banyak. Terlebih di musim seperti ini, kegiatan sekolah di Jepang kebanyakan adalah outdoor physical training. Ya wajar, bulan-bulan sebelumnya Jepang mengalami musim dingin sehingga memaksa mereka berolahraga di dalam ruangan. Maka saat matahari bersinar terik di bulan Mei, adalah sebuah kesempatan untuk berolahraga di luar ruangan.
Mulanya, saya sempat terkejut sampai dipanggil oleh pihak sekolah untuk berdiskusi. Tetapi kemudian, saya memakluminya. Sensei hanya khawatir dan bingung. Puasa adalah hal yang baru mereka dengar. “Fasting, no eating?” Apakah puasa itu tidak makan?
Kewajiban kami sebagai seorang muslim lah yang harus menjelaskan. Seperti Nabi terdahulu yang selalu mengajarkan perintah-perintah Allah dengan lembut kepada kaumnya.
Inspirasi datang, Allah berikan. Dengan keberanian, kami menjelaskan, “Sensei, puasa buat orang muslim bukan tidak makan, namun mengganti jam makan. Anak tetap sarapan kok, hanya saja jamnya lebih pagi. Dan malamnya bebas mau makan apa saja.”
Seketika sensei manggut-manggut. Ya, logika adalah kunci saat menjelaskan prinsip yang harus dijalankan oleh orang Islam di Jepang.
Jika menjawab tidak makan, wah sudah pasti pikiran sensei shocked, “Apaaa tidak makan? Bagaimana nanti gizinya? Bagaimana nanti kesehatannya?”
Perlu ditanamkan bahwa puasa tidaklah mengganggu kesehatan. Puasa bukanlah tidak makan, namun mengganti jam makan.
Usai penjelasan itu, di tahun-tahun berikutnya, jika dekat dengan bulan ramadan, sensei justru yang mengingatkan, “Oh ya, sebentar lagi puasa ya.” Padahal kami saat itu malah belum sadar kalau sudah dekat dengan bulan ramadan.
Kata Rasulullah, ramadan itu bulan sabar. Jadi ya harap sabar saja menghadapi segala kejadian di bulan ramadan. Pengalaman berpuasa sambil terpaksa berolahraga di tengah lapangan dengan sinar matahari terik menyengat. Ditambah dengan godaan melihat orang Jepang minum air kemasan. Ah, segarnya!