japanalivestory

Tantangan Mengasuh Anak di Jepang secara Islami

Cerita-cerita tentang bersihnya negara Jepang, rapi dan disiplinnya warga Jepang telah banyak beredar. Kita bisa melihat secara nyata lewat video di media. Ditinjau dari sisi perilaku Islami, Jepang lebih menonjol daripada muslim itu sendiri. Minim kasus pencurian, tidak ada warga yang parkir kendaraan secara sembarangan, dan sederet perilaku yang bisa dikatakan mendekati sunah Nabi. Ya, Jepang terkenal akan adabnya yang baik. Tapi adab yang baik saja tanpa mengenal Tuhan tentu tidak sempurna.

Buktinya, banyak kasus bunuh diri di negeri sakura yang disebabkan stress karena pekerjaan. Beda cerita jika yang mengalami stress itu muslim, tentu telah menyandarkan sepenuhnya atas apa yang terjadi kepada Allah Swt. Ada masalah larinya ke Allah. Belum dapat rezeki, tetap percaya pada Allah. Inilah yang disebut konsep tauhid, percaya bahwa ada Tuhan, percaya bahwa Allah itu satu. Sebuah konsep yang tentu tak dimiliki orang Jepang.

Mengajarkan adab untuk menjadi orang baik dan menjalani kehidupan yang lurus itu mudah, tetapi tidak mudah untuk menanamkan prinsip tauhid, yaitu sadar akan adanya Tuhan. Karena kesadaran akan Tuhanlah yang pada akhirnya menentukan tujuan seseorang hidup di dunia. Menjadi seorang muslim tahu betul apa maksud penciptaan dirinya. Berkebalikan, orang Jepang masih bingung, untuk apa ia hidup di dunia. Jika merasa tak berguna hidupnya, maka bunuh diri adalah solusinya. Kala hidup terasa amat berat dan terhimpit, muslim akan kembali pada Allah. Ada sandaran hati. Susah senang kembali kepada Allah.

Dilahirkan sebagai muslim, tentu telah mengenal konsep tauhid sejak dini. Belum mengenal sekolah pun, anak-anak muslim telah rajin ke masjid untuk belajar Al-Qur’an, mendengarkan kisah Nabi, belajar doa. Sementara anak Jepang, di sekolah tidak berbicara tentang Tuhan atau doa. Masjid juga tak banyak. Kalau pun ada, suara azan pun tidak terdengar sampai keluar. Kondisi demikian, tentunya sulit untuk menanamkan kesadaran akan adanya Tuhan pada anak-anak ketika hampir tidak ada unsur spiritual dalam budaya Jepang.

Ambil contoh saja kala ramadan datang. Lingkungan di sekolah tidak ada yang berpuasa, sementara anak harus berpuasa. Melihatnya saja tak tega, bukan? Lain cerita bila tinggal di lingkungan Islami. Orang tua tentu tak perlu was-was apakah anaknya berhasil puasa atau tidak, karena ada motivasi dari lingkungan sekitar. Melihat teman sama laparnya, sama hausnya. Bila di Jepang, seorang anak muslim akan tetap menyaksikan kawannya yang asyik melahap makan siang. Iman anak sekecil itu telah diuji, kuat tidak menahan godaan?

Contoh lain saat waktu salat datang. Meski tidak ada azan di lingkungan Jepang, kewajiban menjalankan salat harus dikerjakan. Beruntung kini telah tersedia aplikasi yang dapat mengumandangkan azan. Meskipun lewat gawai, tetap saja disyukuri kehadirannya. Pernah ada satu cerita, sepulang sekolah anak saya harus salat Zuhur. Kawan Jepangnya telah menanti di depan pintu untuk mengajaknya bermain ke taman. Ia pun izin sebentar, “Aku ibadah dulu, ya. Kamu tunggu di sini.”

Kawan Jepangnya turut menyaksikan ia salat. Melihatnya beribadah, kadang malah mengikuti gerakan. Kebiasaan seperti ini harus kita pahamkan kepada anak, bahwa sebelum berkegiatan, sebagai anak muslim harus melaksanakan kewajiban untuk salat. Di rumah, saya buat peraturan bahwa tidak boleh keluar bermain bila belum salat Zuhur dan Ashar. Dengan begitu, anak juga belajar bernegosiasi dengan kawan Jepangnya. Ada waktu tertentu yang ia tidak bisa langsung bermain karena harus menjalankan ibadah terlebih dahulu.

Tantangan lain, istilah-istilah dalam agama Islam, seperti assalamualaikum, alhamdulilah, juga tidak terdengar di lingkungan Jepang. Ucapan tersebut di lingkungan muslim seperti hal yang biasa. Tetapi ketika berada di kalangan minoritas, ucapan ini sangat berarti. Mendengarnya sekilas seperti diingatkan bahwa ada Allah. Alhamdulilah, segala puji bagi Allah, ada konsep tauhid di sana. Mengakui bahwa apapun yang kita terima di dunia ini berasal dari Allah.

Tak hanya dari anak, tantangan juga didapat orang tua yang memiliki kewajiban untuk menanamkan keimanan dan tauhid pada anak. Iman ibarat tulang punggung agama. Sebagai penopang, maka ia harus tegak. Pondasinya harus kuat terlebih dahulu agar bisa membaur di lingkungan Jepang yang notabene tidak Islami. Jika pondasi telah kuat, yakin saja anak tak akan tergoda. Pastinya harus disesuaikan dengan umur juga. Apabila usianya masih kecil di bawah 10 tahun misalnya, tak perlu juga dipaksa. Biarkan ia belajar, menghayati kewajiban-kewajiban sebagai muslim tanpa adanya paksaan. Seiring usianya bertambah, atas izin Allah, anak akan bisa menjalankan kewajibannya sebagai muslim.

Meskipun sangat sedikit spiritualitas dalam kehidupan orang Jepang, bukanlah menjadi hal yang sulit untuk kita menanamkan aspek spiritual Islam. Di mana pun kita berada, tantangan keislaman pastilah ada. Setiap muslim pasti menghadapi tantangan sesuai porsi yang telah ditakar Allah dan sesuai kesanggupan hamba-Nya.

Memohonlah selalu kepada Allah agar dibukakan pintu solusi. Saat sedang susah ada yang menolong. Saat sedang perlu ada yang membantu. Saat sedang bingung ada yang menunjukkan jalan. Saat sedang goyah iman ada yang menguatkan. Bersyukurlah, bertasbihlah kepada Allah agar pintu solusi tersebut hadir. Bisa jadi, aneka kebaikan yang pernah kita lakukan, menjadi wasilah terbukanya pintu solusi ketika kita sangat memerlukannya.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Boleh jadi, saat kau tertidur lelap; pintu-pintu langit tengah diketuk oleh puluhan doa dari orang miskin yang telah kau tolong, dari orang lapar yang telah kau beri makan, dari yang bersedih dan telah kau hibur, dari orang yang berjumpa denganmu dan kau berikan senyuman, dari orang yang galau dan berbagi denganmu. Karena itu, jangan pernah meremehkan amal kebaikan sekecil apapun.”

Pintu solusi jelas terbuka saat kita melakukan amal kebaikan. Termasuk solusi agar kita kuat dalam menghadapi tantangan mengasuh anak di lingkungan yang tidak Islami.

Standard

2 thoughts on “Tantangan Mengasuh Anak di Jepang secara Islami

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s