Ichigo Ichie

Bukan Mengkhawatirkan Masa Depan, namun Menikmati Saat Ini

Hari raya lebaran yang sedianya menjadi hari bahagia, berubah menjadi duka bagi saya dan keluarga. Meski begitu, saya tetap berusaha menjalani hari raya sebagaimana biasa, seolah tak terjadi musibah kemalingan. 

Di hari kedua Idulfitri, saya sedang dalam perjalanan. Ketika membuka pintu mobil di pemberhentian, saya dibuat kaget dengan kehadiran seorang laki-laki lusuh yang kemunculannya sangat tiba-tiba. Kulitnya hitam, mata memerah, juga tak memakai alas kaki. Ia diam saja, namun tangan mengatung memberi tanda meminta. Jantung saya berdegup sangat kencang. Suami sigap ketika itu, langsung saja memberinya uang. Kemudian ia berlalu begitu saja. Selesai kami menutup pintu mobil, sosoknya hilang, tak lagi terlihat di sisi jalan.

Di hari ketiga Idulfitri, Tuhan memperlihatkan lagi kejadian yang menguji keikhlasan kami. Ketika kami tak banyak memiliki pegangan uang, masih sanggupkah kami berbagi? Di bangku peron yang sedang saya duduki ada wanita paruh baya. Beliau mengaku tak punya uang untuk membeli tiket ke kampung halamannya. Dengan berbagai alasan beliau menceritakan dan saya mendengarkan. Saya mengerti maksudnya, pastilah ingin meminta uang. Saya tanyakan harga tiket, lalu saya berikan uang tersebut. Setelah itu beliau mengucap terima kasih dan pergi menghilang dari pandangan saya. 

Saya tersadarkan bahwa saya dalam kondisi sedang diuji oleh Tuhan dari dua kejadian pasca kemalingan tersebut. Terus menerus saya menguatkan diri dan keluarga. Pasti ada yang salah dengan sikap dan perlakuan keluarga saya pada Sang Pemilik Harta. Hingga Tuhan mengambil paksa atas harta yang susah payah saya kumpulkan. Meski sebenarnya ada banyak keinginan yang saya tunda demi memiliki tabungan di masa depan. Namun ternyata Tuhan memberikan jawaban yang sangat mengejutkan. 

Saya dan keluarga berbenah, terutama memperbaiki kualitas ibadah. Tak luput saya pun memutar balik kejadian-kejadian di masa lalu. Sekiranya ada kesalahan apa sehingga Tuhan menegur sedemikian rupa. Di musibah ini Tuhan sedang mengingatkan agar jangan terlalu menjaga harta jika tak ingin dikeluarkan dengan paksa. Berbagilah kepada sesama. Itulah hakikat bentuk rasa syukur yang sesungguhnya. Dengan berbagi, harta tak akan dikurangi. Justru dengan berbagi itulah, keberkahan harta kian bertambah.

Ketika di suatu kesempatan, Tuhan memberikan rezeki lebih, pergunakanlah sesuai kebutuhan. Justru janganlah semakin pelit saat harta bertambah. Rezeki telah dibagi sesuai porsi. Tuhan Maha Mengetahui jika hamba-Nya membutuhkan sesuatu, maka pergunakanlah rezeki tersebut untuk kebutuhan. Misalnya saja jika anak butuh bersekolah, pergunakanlah. Jika di rumah sedang memerlukan mesin cuci, belanjakanlah. Rezeki dikirim Tuhan untuk dipergunakan, bukan malah untuk disimpan. 

Tak lama setelah musibah kemalingan di hari raya, sensei mengabarkan untuk segera memesan tiket pesawat pulang pergi Indonesia-Jepang. Sensei juga memberi tahu agar tak perlu khawatir atas biaya summer school karena semuanya telah di-support oleh dana dari universitas. Betapa … Tuhan sedang memberikan jawaban kepada kami bahwa tugas manusia bukan untuk mengkhawatirkan masa depan, namun menikmati apa yang sedang dimiliki saat ini

Terima kasih atas pelajaran yang Engkau berikan. Saya dan keluarga kian memaknai bagaimana rumus kehidupan.

Lepaskanlah, sebab di setiap perjalanan selalu ada tentang pertemuan dan perpisahan, tentang kebersamaan dan merelakan, tentang berpelukan dan melepaskan, tentang kehadiran dan tentunya kepergian. 

Atas apa-apa yang telah lenyap karena kemalingan, ikhlaskan. Karena ada dia yang jauh lebih membutuhkan.

#30DWC

Standard

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s