Memiliki anak yang mandiri tentu membahagiakan.
Apakah kemandirian hanya dalam konteks membiarkan anak melakukan apa-apa sendiri? Tidak, Bunda.
Melatih disiplin, konsekuensi, paham dan taat aturan termasuk juga dalam kemandirian. Tentu saat membiarkan anak berlatih kemandirian, tetap harus dalam pengawasan.
Beberapa tahun tinggal di Jepang, saya mengamati fenomena unik. Tentang kemandirian anak Jepang yang sudah ditanamkan sejak kecil.
Semua ini terbentuk pastinya tak luput dari sistem lingkungan yang kondusif juga peran sekolah yang turut mendukung.
Berjalan kaki menuju sekolah tanpa diantar orang tua adalah hal yang biasa. Membersihkan ruang kelas setiap hari bersama teman & sensei juga merupakan pemandangan sehari-hari. Mengapa ya harus jalan kaki dan bersih-bersih? Bukankah ada mobil dan petugas kebersihan yang bisa kita suruh?
Hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh kita, lewat bersih-bersih itulah anak belajar kemandirian. Dengan berjalan kaki ke sekolah, anak akan menemui rintangan dan ia akan menemukan solusinya. Inilah skill problem solving, yang bisa saja kita sebagai orang tua membantunya, namun tahan aja dulu.
Di Jepang sistem lalu lintasnya aman untuk anak berjalan kaki, dan pastinya hal ini tidak bisa kita bandingkan dengan kondisi di Indonesia. Maka kita bisa cari aktivitas lain yang mengasah problem solving anak. Ada masalah, ada solusi yang harus dipikirkan juga dipecahkan oleh anak secara mandiri.
Membiarkan anak memilih bajunya sendiri atau memilih mainan yang disukainya juga merupakan contoh melatih kemandirian pada anak. Ya, meskipun baju yang dipilihnya tak sesuai warnanya atau kaos kakinya beda sebelah. Tak apa, biarkan anak belajar menentukan pilihan dan tanggung jawab pada pilihannya.
Apapun aktivitasnya yang penting anak berlatih berpikir mandiri. Kita tahan dulu omelan, juga rasa was-was, khawatir dan segudang ketakutan yang kita miliki. “Aduh nanti kalau jatuh gimana?”
Atau, “Sini mama bantu.” Sering ya kita merasa begitu. Tahan ya Bunda, tahan!
Anak secara alami punya rasa mandiri. Terbukti dia berusaha tengkurap sendiri waktu masih bayi. Jangan sampai kita malah mematikan kemandirian itu. Karena kelak saat dewasa kita tak lagi menemaninya dan mengatur hidupnya. Biarkan ia punya rasa tanggung jawab dan inisiatif harus berbuat apa.
So, Bunda, latih terus rasa kemandirian anak. Dengan memberikan pilihan sekaligus konsekuensi, anak berlatih untuk berpikir dan bertanggung jawab atas segala risiko dari pilihannya. Bunda bisa juga mengadaptasi cara Jepang dengan melatih kemandirian anak lewat bersih-bersih lingkungan sejak dini. Siapkah Bunda?