japanalivestory

Gadget Dipakai Anak Jepang Sesuai Kebutuhan, Tidak Lantas Bikin Kecanduan

“Mama, tolong tanda tangan disini dong,” sulungku mengajukan sebuah kertas.

“Ini apa, Mas?” tanyaku masih tak paham dengan kertas bertuliskan huruf Jepang.

“Surat dari sekolah, Ma. Tentang no media day worksheet.”

Surat kejutan apa lagi ini?

Ada saja surat datang dari sekolah anakku. Kali ini orang tua diminta mengisi, apakah anak-anak memakai media di rumah? Media yang dimaksud ya menonton TV, atau bermain game di gadget. Lalu jika anak sedang tidak memakai gadget di rumah, apakah ada aktivitas membaca buku bersama orang tua? Berapa menit kegiatan ini dilakukan?

Wow. Jepang, aku belajar darimu. Bisa bikin teknologi bukan berarti harus seenaknya memakai teknologi. Semua ada masanya untuk anak. Sekolah juga ikut andil mengontrol kegiatan anak selama di rumah. Semacam kolaborasi orang tua dan sekolah.⁣

Zaman lagi serba gadget, sekolah Jepang sudah mengantisipasi agar anak didiknya tidak kecanduan. Ya meskipun negara ini bisa membuat sendiri aneka gadget canggih, bukan berarti generasi penerusnya dicecar dengan gadget. Apalagi jika usia anak belum mencukupi. Bisa dikatakan surat edaran dari sekolah ini tentang diet gadget. Sekolah meminta peran orang tua untuk mengendalikan anak saat bermain gadget.

Gadget di sekolah Jepang dipakai juga kok. Namun lihat dulu, untuk anak usia berapa? Jika sudah kelas tiga, boleh sesekali memakai komputer di sekolah, itupun hanya perkenalan. Untuk kelas empat, lain lagi ceritanya. Satu anak dipinjami satu gadget untuk observasi. Misalnya, anak memotret serangga lalu diobservasi lewat foto tersebut. Atau saat pelajaran social science mereka memotret kondisi sekitar sekolah. Untuk anak usia lebih muda, kelas satu misalnya tentu tidak ada gadget yang dipinjamkan di sekolah. Pelajaran anak kelas satu masih konvensional, dengan mendekat ke alam. Menanam bunga, bermain air, atau pergi outing ke taman terdekat.

Aku jadi ingat, pernah membalas chat dari temanku, seorang psikolog di Semarang, Jawa Tengah. Ia penasaran, seperti apa problematika gadget di generasi penerus Jepang?

Pakai gadget tentu harus jelas tujuannya. Ilmu apa yang akan didapat si anak jika bermain gadget. Bukan asal memegang dan bermain tanpa tahu jelas apa ilmu yang bakal diperoleh. Jika demikian yang dilakukan, tanpa jelas tujuannya, jangan salahkan anak jika mereka sudah kecanduan. Siapa juga yang memberikan gadget tanpa mengontrolnya?

Pantas saja minat baca di Jepang ini cukup tinggi, karena penggunaan gadget selalu dikontrol. Ada kerjasama antara orang tua dan sekolah, untuk saling mengingatkan agar anak-anak tidak banyak terkontaminasi gadget. Bukan karena gadget itu jelek. Boleh kok anak pakai gadget tapi ya dibatasi jangan sampai terlena.

Aku pernah suatu waktu di hari libur musim panas, berada di kereta Tabito. Kereta unik tujuan Dazaifu. Bayak anak-anak yang menaikinya karena memang bagus pemandangan di perjalanan yang dilewati kereta. Di sebelahku adalah anak-anak Jepang yang di lehernya menggantung kamera. Setiap kereta menyusuri bukit Dazaifu, anak-anak ini sigap membidik pemandangan dari balik jendela kereta. Aku dibuat takjub oleh mereka. Kamera menjadi alternatif pilihan agar anak tidak kecanduan gadget.

Maraknya penggunaan game harusnya menjadi concern utama untuk orang tua masa kini. Banyak anak bukan lantas anak dibiarkan bermain bersama game-nya. Atau ibarat game itulah pengasuh anak kita. Padahal jika kita mau berpikir lebih dalam, pencipta game itu punya tujuan untuk apa? Tentu merusak generasi.

Ada dua sebenarnya dampak negatif dari gadget dan teknologi selular bagi anak. Pertama, gadget ada gelombang elektromagnetik, kedua sinar biru dari layar. Nah kenapa gelombang elektromagnetik? Jika anak terpapar lama oleh gelombang ini, maka bisa mengganggu efisiensi penangkapan informasi di otak, dan bisa berakibat permanen. Sinar biru bisa mengganggu circadian rhythm anak, dan dampaknya juga permanen dampaknya. Jika siklus alami tubuh ini terganggu, maka jam biologi anak juga pola hidupnya turut berubah. Anak jadi shifting semakin malam, tidur terlalu larut, begitu pagi dia berat untuk bangun pagi. Lebih lanjut, anak jadi lebih pemalas, sekolah berantakan.

Adanya gadget yang berlebih, mengakibatkan energi fisik dari anak tidak termanfaatkan 100% di kehidupan harian anak. Waktu malam energi masih berlebih. Padahal anak itu fitrahnya ya bermain fisik. Kalau sudah main fisik kan capek. Berkebalikan saat seharian main gadget, malam masih full energi, tidur lambat, pagi susah bangun, dan seterusnya. Sebagai catatan, media saat malam sebenarnya restricted, jika anak tak kunjung tidur di malam hari, jadi nonton yang bukan-bukan. Anak masuk ke jam kehidupan malam, waktu pagi dia tidak fresh. Ya memang seharusnya anak itu habis di aktivitas fisik. Capek, ngantuk lalu tidur. Tidur malam yang panjang, bangun pagi fresh. Jadilah ia sebagai manusia produktif.

Sebenarnya boleh kok bermain game asal digunakan sebagai sesuatu yang positif. Sebelum anak kenal game, pahamkan dia apa fungsi game. Jika akan berselancar di internet, pastikan anak akan mengambil sesuatu yang positif. Dampak yang telah disebut di atas tadi, apakah anak paham jika tidak dijelaskan orang tua? Ya kalau cuma disodorkan, dibelikan gadget saja ya tentu tidak akan paham.

Fenomena yang terjadi kebanyakan, game dan gadget diberikan pada anak namun tanpa ada penjelasan di awal. Hingga akhirnya saat anak sudah kecanduan, orang tua akhirnya menyesal. Ya menyesal yang tak tau arah. Akan diberhentikan atau tetap dilanjutkan? Kebanyakan jawabannya ya tetap lanjut bermain gadget.

Bagaimana pun tidak bisa dipungkiri keberadaan game memang menggempur dengan deras anak masa kini. Jika demikian yang terjadi, arahkan anak menjadi creator bukan hanya sebagai eksekutor. Arahkan ia sebagai pembuat, jangan hanya mau diperbudak sebagai penikmat saja.

Syeikh Imran Hosein dalam kajiannya memperingatkan jika anak terlalu banyak bermain game, ia akan terserang sisi tauhidnya. Ya bagaimana tidak, ia hanya terbiasa memakai, bukan membuat. Ia tak paham bagaimana sulitnya menciptakan. Maka banyak-banyaklah mengajak anak ke alam, mentadaburi keindahan alam ciptaan-Nya. Dari melihat alam, ia akan berpikir, siapakah yang menciptakan alam ini dan betapa susahnya membuat.

Datang dan tinggal di Jepang sejak tahun 2019, membuat mulutku ternganga saat melihat anak-anak kecil generasi penerus Jepang masih asyik bermain di taman, berkejar-kejaran dengan temannya, bermain bola. Mereka tidak ada yang menundukkan kepala hanya untuk bermain game. Saat masuk ke tempat wisata, mereka asyik membawa kamera kecil untuk mengabadikan keindahan yang mereka temui. Sungguh pemandangan yang bagiku sangat luar biasa. Negara ini pencipta teknologi layar handphone yang beraneka macam, namun generasi penerusnya tidak dibiarkan bermain gadget sembarangan.

Makanya kalau di Jepang itu untuk anak ada handphone khusus. Handphone yang layarnya masih monochrome. Fungsinya sangat minim namun sesuai kebutuhan anak. Untuk berkomunikasi dengan orang tuanya, mengecek apakah anak sudah di rumah, atau anak bermain ke mana saja.

Kaget dengan handphone minimalis jadul yang masih ada di Jepang ini? Aku awalnya kaget sekali. Namun setelah aku telaah lebih dalam, saat handphone itu tidak pakai LCD maka tentu tidak memancarkan sinar biru yang membahayakan tadi. Beberapa malah masih jadul dengan menggunakan gelombang radio/intercom, bukan pakai jaringan seluler. Jepang sadar sekali bahaya ini. Mereka sangat concern untuk melindungi mata dan otak anak demi masa depan mereka.

Parents, jiwa anak itu sebenarnya adalah jiwa bermain di tempat terbuka. Jika mereka sampai tidak mau melakukan aktivitas fisik di alam, pasti ada yang salah dengan perkenalannya. Bisa jadi tidak diajarkan, atau malah justru disodorkan gadget di awal. Pada akhirnya mereka terlena dengan aktivitas yang hanya berdiam diri.

Standard

One thought on “Gadget Dipakai Anak Jepang Sesuai Kebutuhan, Tidak Lantas Bikin Kecanduan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s